Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat, Mayoritas Terjadi di Rumah dan Pelakunya Orang Terdekat
BOGOR.DISWAY.ID - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih menjadi ancaman serius. Dalam periode 2024–2025, angkanya bahkan menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.
Di Jakarta, data DPPAPP DKI mencatat hingga November 2025 terdapat 1.917 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 mengungkap fakta mengejutkan: satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
Menteri PPPA Arifah Fauzi menyebut banyak korban belum berani melapor karena merasa tidak aman. Kekerasan sering dilakukan oleh orang terdekat, bahkan anggota keluarga, sehingga korban terjebak dalam relasi kuasa dan ketergantungan.
Psikolog Klinis LPT UI, Rini Hapsari Santosa, menjelaskan bahwa anak berada pada posisi paling rentan karena sepenuhnya bergantung pada orang tua atau pengasuh. Ketika figur terdekat justru melakukan kekerasan, rasa aman anak runtuh dan dapat berdampak panjang hingga dewasa.
Data DPPAPP DKI menunjukkan 56 persen kekerasan terjadi di rumah, disusul jalanan, kos-kosan, sekolah, dan tempat tinggal sementara. Kasus terbanyak adalah kekerasan seksual terhadap anak dan KDRT terhadap perempuan. Meski trennya naik, pemerintah menilai peningkatan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya keberanian korban untuk bersuara.
Polri melalui Pusiknas Bareskrim memperkuat sistem informasi kriminal berbasis digital guna mempermudah pelaporan dan penanganan kasus. Namun, tantangan masih besar, mulai dari stigma sosial hingga keterbatasan sumber daya.
Ketua KPAD Kota Bekasi Novrian mengungkapkan fakta memprihatinkan: 64 persen pelaku kekerasan seksual anak adalah orang yang dikenal korban, termasuk orang tua, saudara, hingga guru. Banyak kasus baru terungkap setelah ada pemicu dari pihak luar, karena korban kerap takut dan tidak dipercaya.
Untuk memutus rantai kekerasan, KPAD mendorong langkah menyeluruh mulai dari edukasi, deteksi dini, respon cepat, pendampingan hukum, hingga rehabilitasi jangka panjang. Penutupan celah kesempatan dinilai sama pentingnya dengan penindakan hukum.
Pemerintah juga menegaskan kehadiran negara melalui layanan pengaduan SAPA 129 dari KemenPPPA, yang dapat diakses melalui telepon, WhatsApp, maupun formulir online. Layanan ini dirancang agar korban dan masyarakat dapat melapor dengan aman, mudah, dan rahasia.
Pesannya tegas: korban bukan aib. Keberanian melapor justru menjadi kunci untuk menghentikan kekerasan dan melindungi anak-anak dari predator berikutnya.
Baca versi lengkapnya diliputan khusus Bisik Disway - Ketika Rumah Sudah Tidak Jadi Tempat Aman, Kasus Kekerasan Anak dan Stigma Dibaliknya
Sumber: