Fenomena Rojali dan Rohana: Ketika Mal Ibu Kota Kian Sepi Pengunjung

Senin 03-11-2025,10:13 WIB
Reporter : Cut Rizka Ardina H
Editor : Cut Rizka Ardina H

BOGOR.DISWAY.ID - Mendengar kata “mal” atau “pusat perbelanjaan”, yang terbayang biasanya adalah keramaian pengunjung, antrean di kasir, serta aktivitas jual beli yang sibuk. Namun, di tengah melambatnya daya beli dan kondisi ekonomi saat ini, pemandangan tersebut mulai jarang ditemukan.

Sejumlah mal di jantung ibu kota kini justru terlihat lengang. Tenant kosong, lorong tanpa pembeli, dan pengunjung yang hanya sekadar berjalan-jalan tanpa bertransaksi menjadi pemandangan umum. Fenomena ini bahkan melahirkan istilah baru: Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya).

Pergeseran Pola Konsumsi

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Iqbal Shoffan Shofwan, menilai fenomena tersebut sebagai bagian dari perubahan pola konsumsi masyarakat. Menurutnya, konsumen kini lebih adaptif terhadap model bisnis digital, di mana proses jual beli tidak lagi bergantung pada toko fisik.

Ia menjelaskan, pemerintah terus berupaya memperluas akses pemasaran produk lokal agar tetap mampu bersaing di tengah perubahan tersebut. Upaya itu dilakukan melalui business matching antara pelaku usaha dengan ritel modern, sektor perhotelan, hingga penyelenggaraan pameran dan pendampingan sertifikasi produk.

Iqbal menegaskan bahwa dari sisi bisnis, perubahan ini merupakan hal wajar. “Dunia usaha akan mencari keseimbangan dan tempatnya masing-masing,” ujarnya.

Sepinya Senayan Trade Center

Untuk melihat langsung situasi di lapangan, tim Disway menelusuri Senayan Trade Center (STC) di kawasan pusat Jakarta. Meski lokasinya strategis, diapit oleh hotel dan mal besar, STC kini tampak jauh dari hiruk-pikuk.

Pada siang hari, hanya segelintir toko yang buka, seperti penjual mainan, tas, dan peralatan kamera. Selebihnya tutup dan sebagian bahkan tampak ditinggalkan. Pencahayaan yang redup dan lorong-lorong kosong menambah kesan suram di pusat perbelanjaan ini.

Komandan Regu Keamanan STC, Syahrul Mubarak, menjelaskan bahwa kondisi sepi mulai terjadi sejak pandemi COVID-19. Larangan berkumpul membuat pengunjung enggan datang ke mal. Ia menambahkan, hingga kini jumlah pengunjung belum pulih seperti sedia kala.

Meski begitu, pihak keamanan tetap bertugas normal tanpa pengurangan jam kerja. Syahrul menyebut sebagian besar tenant kini bergantung pada penjualan daring dan mengikuti bazar di luar gedung untuk tetap bertahan.

Sementara itu, salah satu penjual pakaian, Febi, mengaku penjualan tokonya menurun drastis sejak pandemi. Untuk menyiasatinya, ia mulai mengandalkan penjualan online, meski toko fisiknya masih beroperasi normal tanpa pengurangan karyawan.

Munculnya “Mal Hantu” di Tengah Kota

Fenomena sepinya mal seperti STC kini tidak lagi menjadi kasus tunggal. Beberapa pusat perbelanjaan lain di Jakarta bahkan sudah berhenti beroperasi sepenuhnya.

Kondisi ini mencerminkan pergeseran besar dalam perilaku konsumen. Masyarakat kini terbiasa berbelanja melalui e-commerce, menikmati diskon besar, dan mendapatkan pengiriman cepat tanpa perlu keluar rumah. Pandemi COVID-19 mempercepat kebiasaan tersebut, menjadikan belanja daring sebagai norma baru.

Kategori :