Bahaya Thrifting Ilegal: Ancam Industri Lokal hingga Kesehatan Publik

Bahaya Thrifting Ilegal: Ancam Industri Lokal hingga Kesehatan Publik

Fenomena penjualan pakaian bekas impor atau thrifting kembali menjadi sorotan pemerintah-Bianca Khairunnisa/disway.id-

Bea Cukai Ungkap Modus Penyelundupan Pakaian Bekas

Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) terus memperketat pengawasan setelah mengungkap berbagai modus penyelundupan balpress, sebagian besar berasal dari negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand.

Dirjen Bea Cukai, Askolani, mengungkap dua modus utama yang paling sering ditemui:

1. Masuk Lewat Jalur Tikus

Jalur tikus di sepanjang pesisir timur Sumatera, mulai dari Batam, Riau, hingga Lampung, dimanfaatkan untuk memasukkan barang tanpa pemeriksaan resmi. Banyaknya titik rawan membuat pengawasan menjadi tantangan berat.

2. Manipulasi Dokumen di Pelabuhan Resmi

Modus lain dilakukan melalui pelabuhan besar seperti Tanjung Priok. Pelaku menyelundupkan pakaian bekas dalam kontainer lalu memalsukan manifes agar barang terlihat seperti komoditas lain. Praktik under invoicing dan under declare pun sering digunakan untuk mengelabui petugas.

Askolani mengakui bahwa keterbatasan pengawasan di tengah tingginya arus barang membuat celah penyelundupan tetap terbuka.

Operasi Terpadu Pemerintah

Bea Cukai bersama Bareskrim Polri dan kementerian terkait terus menggencarkan operasi penertiban. Ribuan bal pakaian bekas ilegal telah disita dan dimusnahkan. Upaya ini dilakukan untuk menjaga industri tekstil lokal sekaligus melindungi kesehatan masyarakat.

Pakar Hukum: Thrifting Berpotensi Jadi Kejahatan Ekonomi

Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir, menilai bahwa dampak negatif impor pakaian bekas jauh lebih besar daripada manfaatnya.

Menurutnya, barang bekas impor dapat mematikan industri tekstil nasional dari hulu ke hilir. Ia menegaskan bahwa larangan impor sudah tepat, namun juga menimbulkan konsekuensi seperti tumbuhnya pasar gelap.

Mudzakkir menyebut bahwa banyak pakaian bekas dari negara empat musim masuk ke Indonesia sebagai limbah tekstil, yang jelas berisiko sebagai media penularan penyakit. Ia menyatakan bahwa fenomena thrifting yang dianggap ekonomis dan ramah lingkungan sebetulnya menyimpan ancaman serius bagi martabat bangsa.

Ia menilai pemerintah harus mengembangkan kebijakan holistik: tidak hanya menindak, tetapi juga menyediakan alternatif berupa produk lokal berkualitas dan terjangkau.

Sumber: