Thrifting: Gaya Hemat atau Ancaman bagi Produk Lokal?

Thrifting: Gaya Hemat atau Ancaman bagi Produk Lokal?

Tren belanja pakaian bekas bermerek atau thrifting telah lama menjadi favorit masyarakat Indonesia-Bianca Khairunnisa/disway.id-

BOGOR.DISWAY.ID - Belanja pakaian bekas bermerek alias thrifting sudah lama jadi aktivitas favorit banyak orang Indonesia. Harganya ramah kantong, pilihannya unik, dan cocok dengan tren hidup berkelanjutan—tak heran generasi muda sangat menggemarinya.

Tapi di balik ramainya pasar pakaian bekas, ada persoalan besar yang jarang terlihat. Kebanyakan pakaian thrifting yang membanjiri Indonesia ternyata merupakan barang impor ilegal. Masuk tanpa izin, barang-barang ini menekan industri fesyen lokal, memukul UMKM tekstil, dan mengganggu persaingan usaha.

Di Jakarta, toko-toko thrifting menawarkan pakaian mulai dari Rp10.000–Rp50.000. Murah bagi pembeli, tapi berat bagi pelaku usaha lokal yang harus menanggung biaya bahan, produksi, dan pajak.

Impor Pakaian Bekas Terus Naik

Data BPS menunjukkan impor pakaian bekas, tekstil jadi, dan gombal mencapai 78,19 juta dolar AS pada Januari–Juli 2025—naik lebih dari 17 persen dari tahun sebelumnya. Mayoritas datang dari China, Vietnam, Bangladesh, Taiwan, dan Singapura.

Melihat lonjakan ini, pemerintah menegaskan larangan impor pakaian bekas balpres. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahkan menyebut pihak yang menolak aturan berarti ikut terlibat dalam praktik ilegal tersebut. pemerintah juga sudah mengantongi daftar importir yang terlibat.

E-Commerce Juga Ditekan untuk Bersih dari Barang Ilegal

Menteri Koperasi dan UMKM, Maman Abdurrahman, meminta platform e-commerce menghentikan penjualan pakaian bekas impor. Fokusnya adalah memberi ruang lebih besar bagi produk lokal agar bisa berkembang.

Meski begitu, efek pelarangan ini tidak terasa sama rata bagi semua pelaku usaha.

Pengusaha Besar Lebih Tahan Banting, Pedagang Kecil Jadi Korban

Menurut Wakil Ketua Umum DPP REI, Bambang Ekajaya, pemilik kios besar yang menjual pakaian baru tidak terlalu terganggu. Target pembeli mereka berbeda: kelas menengah ke atas yang mencari kenyamanan dan model terbaru.

Sebaliknya, pedagang kecil dan UMKM konveksi lokal merasakan pukulan paling keras—terutama karena:

1. Harga Pakaian Bekas Terlalu Murah

Produk thrifting dijual super murah, kadang tiga potong hanya Rp100 ribu. Jelas sulit disaingi oleh pelaku UMKM yang harus menanggung biaya produksi.

Sumber: