Perkembangan teknologi digital juga membawa dampak besar terhadap struktur lapangan kerja.
Digitalisasi memang meningkatkan efisiensi, namun sekaligus mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia, terutama untuk pekerjaan manual dan berulang.
Sektor-sektor seperti manufaktur, perbankan, dan ritel kini banyak mengadopsi otomatisasi dan layanan mandiri, yang berdampak pada berkurangnya keterlibatan tenaga kerja manusia.
“Jika transformasi digital ini tidak diimbangi dengan penciptaan jenis pekerjaan baru, seperti di bidang teknologi, digital marketing, atau ekonomi kreatif, maka angka pengangguran akan sulit untuk dikurangi. Karena itu, keterampilan digital masyarakat harus ditingkatkan,” tegasnya.
BACA JUGA:Mahasiswa 5 Benua Sambangi IPB, Fokus Belajar Bahasa dan Budaya Indonesia
Kondisi pengangguran yang berkepanjangan, lanjutnya, berimplikasi langsung terhadap aspek sosial masyarakat. Kehilangan pekerjaan berarti kehilangan sumber penghasilan utama, yang bisa berujung pada kemiskinan.
Dalam jangka panjang, hal ini berdampak pada akses pendidikan, layanan kesehatan, dan berpotensi meningkatkan angka kriminalitas.
“Tekanan ekonomi bisa mendorong sebagian orang mengambil jalan pintas yang ilegal demi bertahan hidup. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan instabilitas sosial dan memperparah ketimpangan ekonomi,” ujarnya.
Menurut Prof Alla, masalah pengangguran tidak bisa diselesaikan secara parsial.
Dibutuhkan pendekatan yang terstruktur, terintegrasi, dan berkelanjutan, dengan melibatkan pemerintah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil.
Ia merekomendasikan sejumlah strategi jangka panjang, antara lain merevisi regulasi yang menghambat daya saing dan penciptaan lapangan kerja, merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan industri, serta memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan sektor ekonomi kreatif.
Selain itu, dukungan terhadap ekosistem startup, pengembangan kawasan industri baru baik di Jawa maupun luar Jawa, serta kolaborasi lintas sektor juga dinilai penting untuk menciptakan lapangan kerja baru dan menghadapi disrupsi teknologi serta krisis ekonomi global.
“Jika kita tidak segera berbenah dan menyesuaikan diri dengan perubahan global, tantangan pengangguran akan semakin kompleks. Kita butuh kerja sama menyeluruh untuk membangun pasar kerja yang inklusif dan tangguh terhadap krisis,” pungkas Prof Alla.