JAKARTA, DISWAY.ID - Fenomena viral “Anomali Brainrot” yang ramai beredar di media sosial seperti TikTok mulai menarik perhatian kalangan akademisi, salah satunya Dr Melly Latifah, dosen IPB University dari Divisi Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.
Menurut Dr Melly, di balik kelucuan konten absurd—seperti manusia berwujud pentungan kayu (tung-tung tung sahur), hiu memakai sepatu, atau cappuccino berkepala balerina—, tersembunyi potensi dampak serius terhadap perkembangan anak dan remaja.
Ia menuturkan, pada anak usia dini—yang masih berada pada tahap praoperasional menurut teori Piaget—, konten absurd berisiko mengacaukan pemahaman terhadap realitas.
BACA JUGA:Lansia Bogor Wajib Jalani 8 Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Rentan Penyakit Tak Menular
“Anak-anak belum mampu membedakan fantasi dan kenyataan. Visual yang ‘hiper-absurd’ dapat memicu pelepasan dopamin secara berlebihan, yang berdampak pada fokus dan emosi,” jelasnya. Selain itu, narasi yang tidak koheren dapat menghambat pemahaman struktur bahasa anak.
Sementara itu, pada kalangan remaja, paparan konten absurd secara terus-menerus dapat membentuk pola pikir tidak logis.
“Paparan berlebihan menguatkan pola pikir ‘semakin tidak masuk akal, semakin menarik’. Ini mengurangi kemampuan berpikir sistematis,” katanya.
Ia menambahkan bahwa konten semacam ini juga dapat mengikis empati karena sering kali menghilangkan konteks emosional dari suatu peristiwa.
BACA JUGA:Aktivis Sahil Jha Singgah di Kota Bogor, Ajak Pemkot dan Masyarakat Jaga Kesehatan Tanah
Meski demikian, menurut Dr Melly, konten absurd tidak sepenuhnya berbahaya jika dikelola dengan pendekatan yang tepat.
Ia menyebut bahwa dalam kondisi tertentu, konten seperti ini dapat merangsang kreativitas dan fleksibilitas berpikir.
“Bagi balita, orang tua harus memberi penjelasan. Katakan saja, ‘Ini hanya khayalan AI (artificial intelligence) semata. Dalam dunia nyata, ikan hiu tidak memakai sepatu’,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa untuk remaja, konten ini justru bisa menjadi sarana melatih kemampuan mengenali pola atau pattern recognition.
“Konten absurd menciptakan semacam ‘cognitive playground’ yang melatih deteksi anomali, keterampilan yang sangat penting di era banjir informasi saat ini,” ungkapnya.
BACA JUGA:Aktivis Sahil Jha Singgah di Kota Bogor, Ajak Pemkot dan Masyarakat Jaga Kesehatan Tanah