Batal di RI, BI Malah Resmikan QRIS di Jepang — Begini Cara Pakainya!

BI Batal Luncurkan Payment ID, Fokuskan Peresmian QRIS di Jepang-dok. istimewa-
BOGOR.DISWAY.ID - Bank Indonesia (BI) memutuskan membatalkan peluncuran Payment ID yang sebelumnya dijadwalkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan HUT ke-80 RI. Keputusan ini diambil setelah muncul banyak kritik soal regulasi dan keamanan data.
Pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai sistem Payment ID terlalu berisiko jika dipaksakan. Menurutnya, regulasi perlindungan data pribadi di Indonesia masih lemah.
“Regulasi harus jelas, termasuk sanksi tegas bagi pihak yang lalai menjaga data. Harus ada audit independen dan pengawasan multi-pihak agar tidak terjadi monopoli akses data,” tegas Achmad.
Ia menambahkan, banyak kasus kebocoran data di Indonesia yang tidak disertai penegakan sanksi serius. Jika Payment ID diterapkan sekarang, justru bisa menambah risiko baru tanpa solusi nyata bagi hak digital masyarakat.
BACA JUGA:Payment ID Siap Diluncurkan 17 Agustus! Solusi Modern atau Ancaman Privasi?
Sebagai gantinya, BI meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Jepang. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut langkah ini sebagai tonggak baru perluasan layanan pembayaran digital Indonesia ke pasar global.
“Sejak enam tahun lalu, QRIS sudah jadi game changer dengan 57 juta pengguna di Indonesia,” kata Perry, Minggu (17/8/2025).
Pada tahap awal, masyarakat Indonesia bisa menggunakan QRIS untuk bertransaksi di 35 merchant di Jepang melalui JPQR Global.
Beberapa bank dan aplikasi pembayaran yang sudah mendukung antara lain BNI, BCA, Mandiri, BSI, BTN, CIMB Niaga, BPD Bali, serta aplikasi seperti GoPay, ShopeePay, DANA, dan MotionPay.
BI memastikan jumlah merchant akan terus bertambah, baik di Jepang maupun di Indonesia. Ke depan, warga Jepang juga bisa bertransaksi di Indonesia dengan aplikasi pembayaran lokal mereka.
Sebelumnya, Payment ID direncanakan sebagai sistem identitas pembayaran berbasis kode unik yang menggabungkan NIK dengan ID transaksi. Teknologi ini diklaim bisa memperkuat pengawasan transaksi dan mencegah fraud.
Namun, kritik keras muncul karena sistem tersebut dianggap bisa membuka celah bagi otoritas untuk mengakses data keuangan pribadi masyarakat tanpa perlindungan memadai.
Sumber: