Merasa Rindu pada Tanah Suci Setelah Pulang Haji? Psikolog IPB Jelaskan Fenomena Post Hajj Syndrome

Jumat 20-06-2025,07:30 WIB
Reporter : Mariska Virdhani
Editor : Mariska Virdhani

Mia menjelaskan, ketegangan antara harapan sosial dan realitas pribadi turut mewarnai dinamika Post-Umrah/Hajj Syndrome.

Selain dinamika batin, transisi pascaibadah juga berlangsung dalam konteks sosial yang tak kalah menantang. 

Di banyak komunitas muslim, gelar “Pak Haji” atau “Bu Hajjah” membawa ekspektasi masyarakat akan perilaku yang lebih religius, sabar, dan menjadi panutan moral. 

BACA JUGA:Buka-Tutup Jalan Acara Bogor Suka-suka di Surken, Catat Jamnya!

Menurut Mia, tekanan sosial semacam ini, meskipun tidak selalu disadari, dapat memperkuat beban emosional yang dirasakan, terutama ketika individu merasa belum mampu sepenuhnya mempertahankan idealitas spiritual yang diperoleh selama di Tanah Suci. 

Sebuah studi menunjukkan bahwa sekitar 1–1,3 persen jamaah haji mengalami masalah psikologis ringan, seperti kecemasan, kesedihan berlebihan, hingga sulit tidur pascaibadah.

Meskipun prevalensinya kecil, angka ini menunjukkan bahwa reaksi emosional setelah ibadah besar seperti haji atau umrah adalah hal yang nyata dan perlu diperhatikan.

“Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyadari bahwa perjalanan spiritual tidak selesai di Tanah Suci. Justru, tantangan sejati dimulai saat kita membawa semangat ibadah itu pulang ke kehidupan nyata,” ucapnya. 

BACA JUGA:1 Muharram 1447 H Jatuh Tanggal Berapa? Simak Informasinya Berikut

Mengatasi hal ini, ia menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan.

Salah satu cara menguatkan diri adalah membangun jembatan spiritual dengan menjaga kebiasaan baik yang biasa dilakukan di Tanah Suci meskipun dalam bentuk sederhana. 

“Misalnya bagi yang lelaki merutinkan salat di masjid, yang wanita menjaga salat tepat waktu, memperbanyak zikir pagi dan petang, membaca Al-Qur’an secara rutin, menulis jurnal syukur, serta memperkuat silaturahim dan amal sosial. Membentuk komunitas pasca-umrah atau haji juga dapat menjadi sarana saling menguatkan dan menjaga semangat rohani,” ucapnya. 

“Tak kalah penting, beri ruang untuk rindu. Sebab rindu bukan kelemahan, melainkan tanda cinta, bahwa hati pernah begitu dekat dengan-Nya. Biarkan rindu itu hidup, karena darinya tumbuh niat untuk kembali,” kata Mia menambahkan.

Namun, jika gejala emosional seperti kesedihan mendalam, gelisah, atau kehilangan semangat berlangsung lebih dari dua minggu dan dari hari ke hari semakin intens, bahkan mengganggu aktivitas harian, ia menyarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau tenaga profesional. 

 

 

Kategori :