Menurut Dewi, tren ini diperkuat oleh promosi di media sosial yang tidak sadar mendorong konsumsi barang ilegal dengan dalih fashionable.
Respons Pemerintah: Transformasi, Bukan Krisis
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai fenomena sepinya mal bukan semata karena daya beli, melainkan akibat perubahan perilaku belanja.
“Daya beli masyarakat tidak turun, hanya berpindah dari offline ke online,” kata Menteri Perdagangan Budi Santoso di Jakarta.
Ia memastikan, transaksi tetap berjalan meski tidak lagi terjadi di pusat perbelanjaan fisik.
Kemendag juga menggencarkan kampanye “Belanja di Indonesia Aja (BINA)” dan “UMKM Bisa Ekspor”, bekerja sama dengan APPBI untuk memperkuat promosi produk lokal di pusat belanja.
“Kita tidak bisa menahan perubahan. Tapi kita bisa memastikan agar perdagangan, baik online maupun offline, tetap hidup berdampingan,” ujar Kepala Biro Humas Kemendag, N.M. Kusuma Dewi.
Mal Harus Berubah Arah
Meski banyak mal yang kini sepi, sebagian sudah mulai bertransformasi menjadi ruang komunitas, tempat rekreasi keluarga, dan wadah ekspresi budaya lokal.
Di tengah ekonomi yang belum stabil, mungkin tak banyak yang bisa dibeli.
Namun jika mal mampu memberi makna dan pengalaman, bukan sekadar tempat transaksi, maka gemerlapnya tak harus padam — hanya perlu berubah arah.
Baca versi lengkapnya diliputan khusus Bisik Disway - Potret Sunyi Mal di Tengah Ekonomi Seret, Daya Beli Jadi Cerita Sulit